BIOGRAFI MUSISI TERDAHULU

 Ini gue kasih tau kalian beberapa biografi musisi terdahulu:

1.DOEL SOEMBANG

Abdul Wahyu Affandi atau lebih dikenal dengan Doel Sumbang (lahir di Bandung, Jawa Barat, 16 Mei 1963; umur 52 tahun) adalah seorang musisi asal Jawa Barat. Ia mengawali karier di dunia teater pada "teater Remy Silado". Dari sanalah ia mendapatkan nama julukan "Doel" , nama "Sumbang" dikaitkan dengan lagu-lagunya yang nyeleneh, vulgar, dan tengil. Ia meraih kesuksesan lewat duetnya dengan Nini Carlina lewat lagu Kalau Bulan Bisa Ngomong, Aku Cinta Kamu dan Rindu Aku Rindu Kamu serta duetnya dengan Ikko lewat lagu Cuma Kamu.
Doel Sumbang juga dikenal sebagai musisi Sunda. Ia menyanyikan lagu tentang kehidupan-kehidupan di sekitar Sunda. Doel Sumbang juga beberapa kali berperan sebagai pencipta lagu bagi sejumlah penyanyi di Indonesia, seperti Ikko, Ita Purnamasari, Yhanti Yuning juga dalam duet Agnes Monica dan Eza Yayang yang kala itu masih menjadi penyanyi cilik dalam album Yess!. Karya - karyanya yang terhitung cukup banyak serta karakter karyanya yang kuat sebagai musisi dan penyanyi membuatnya sering disejajarkan dengan musisi lain seperti Ebiet G Ade, atau Iwan Fals.
Doel boleh sumbang, Iwan boleh Fals

Lagu

  • A I
  • Kali Merah
  • Solehah
  • Aku Si Raja Goda
  • Aku Tidak Sinting
  • Aku Tikus Dan Kucing
  • Awewe Sapi Daging
  • Ah hoream
  • Anjeun
  • Bandung
  • Barade
  • Berenyit
  • Beja Ti Jurig
  • Bulan Batu Hiu
  • Cim Iwil
  • Dosen Kucluk
  • Edun
  • Entin Bogoh Rustam
  • Bulan Bromo/Gunung Bromo
  • Boa
  • Bohong
  • Bulan Kemah
  • Cinta Nonggeng
  • Cinta
  • Col Blem
  • Dijajah
  • Ditalipak
  • Dinding Kiripit
  • Duriat Madinah
  • EMA (Edana Manusia)
  • Emen
  • Gog Gog
  • Hees
  • Indung
  • Jalan Poek
  • Jampe - Jampe Harupat
  • Jol
  • Jurig Butut
  • Jawara Banci
  • Jayagiri
  • Kaduhung Wawuh
  • Kalau bulan bisa ngomong
  • Kondom
  • Korejat
  • Kumaha Aing
  • Kumaha
  • Kumalayang
  • Laut Kidul
  • Linu
  • Malioboro
  • Mumun
  • N'tut
  • Naha Salah
  • Nami Abi Jurig
  • Nu Teu Dipikaresep
  • Nya tolol Nya Gelo
  • Pangandaran
  • Papatong
  • Pemilu
  • Persib
  • Ringsek
  • Rujit
  • Runtah
  • Salamlekum Bro
  • Selebritis
  • Sinis
  • Sumedang
  • Talaga Patenggang
  • Tembang Cinta
  • Teteh
  • Tuturut Munding
  • Ular Tangga
  • Sorodot Gejebur
  • Mang Darman
  • Meni Geuleuh
  • Nini - Nini Luar Nagari
  • Nyi Ipah
  • Pagetreng
  • Pangandaran
  • Pemilu
  • Polisi Noban
  • Rumasa
  • Runtah
  • Si Duyeh
  • Si Eteh
  • Si Gelo
  • Somse
  • Sono Ka Kodim
  • Urang Sunda

Album

Musik Spontan Humor (1981)
Aku, Tikus, Dan Kucing (1982)
Aku, Tikus, Dan Kucing 2 (1982)
Gembrot(1982)
Aku, Masitoh Dan Ronda (1983)
Aku Dan Amin Idi (1983)
Doel Sumbang (1984)
Aku, Gembrot Dan Hasyim Munaif (1984)
Aku Dan Anuku (1985)
Aduh Duh Aku Rada Sinting (1985)
Kurun Jungkir Balik (1985)
Lugila Lugile (1985)
Martini (1985)
Pacarku Lima (1985)
Aku Tidak Sinting (1985)
Wah (1985)
  1. Aku Si Raja Goda (1985)
  2. Aku Lelaki (1986)
  3. Juminah (1986)
  4. Satimah (1986)
  5. Blong (1986)
  6. Sla Gila (1986)
  7. Hai! (1986)
  8. Ada Gula Ada Semut (1986)
  9. Apa Maumu (1986)
  10. Inem Dan Tikus (1986)
  11. Aku Gila Sendiri (1986)
  12. Aku Memang Buaya (1986)
  13. Doel Sumbang 24 (1987)
  14. Setengah Menit (1987)
  15. Aku Dan Tetek Bengek (1987)
  16. Cinta Di Supermarket (1987)
  17. Kamu Ibarat Wereng Coklat (1987)
  18. Sakit Jiwa (1988)
  19. Arti Kehidupan (1989)
  20. Idul Fitri (1989)
  21. Anjing Menggonggong Kafilah Berlalu (1990)
  22. Korban Angka (1991)
  23. Blak - blakan (1991)
  24. Somse (1992) duet bersama Hana Marlina
  25. Ai (1992)
  26. Pangandaran (1992)
  27. Dor Dar (1992)
  28. Hoi (1993) duet bersama Reza Rezita
  29. Aku Cinta Kamu (1993) duet bersama Nini Carlina
  30. Ular Tangga (1993)
  31. Linu (1994)
  32. Tembang Cinta (1995) duet bersama Nini Carlina
  33. EMA(Edanna Manusia) (1997)
  34. Bulan Batu Hiu (1998)
  35. Aku Ingin Putus (2000)
  36. Bong A Bong (2001)
  37. Lalaki (2003)
  38. Naha Salah (2006)
  39. Nyanyian Kalbu (2007)
  40. Selebritis (2009)

2.A.RIYANTO


 Biografi

Masa Kecil

Dilahirkan 23 November 1943 di Lahir di Turisari, Solo, Jawa Tengah. Aloysius Riyanto anak ke-4 dari 9 bersaudara. Ayahnya, R.G.J. Daljono Hadisudibyo biasa ditulis R. Geraldus Daljono Hadisudibyo atau dsingkat R. '''Daldjono''' atau yang lebih dikenal sebagai '''Pak Dal''' (lahir di Solo, 21 Januari 1932) adalah guru SGA (Sekolah Guru Agama, setingkat SMA) dan dosen teori musik pada SAM Sekolah Akademi Musik di Yogyakarta.[1] Pernah memimpin Orkes RRI di Solo, Daljono (alm) juga menciptakan beberapa lagu, antara lain Bintang Kecil, Mars PON dan Hymne Kowilhan II. Ia adalah pencipta lagu anak-anak sebelum era AT Mahmud.[2]
Aloysius Riyanto yang juga saudara sepupu dari Tetty Kadi, Aida Mustafa, Is Haryanto, dan Harry Santoso ini mengakui memperoleh titisan darah seni dari sang ayah (Pak Daldjono). Sejak kecil, lelaki yang akrab dipanggil Kelik ini menekuni piano klasik. Meski begitu ia tak pernah sekolah musik. Ia bersekolah di SD Van Lith di Jakarta (1951), SD Pangudi Luhur Yogyakarta (1955), SMP Pangudi Luhur Yogyakarta (1958), dan SMA Kolese de Britto Yogyakarta (1961). Semasa duduk di bangku SMA, dia tergabung dalam band bernama Homen.
Tahun 1964 setelah menamatkan SMA, Kelik pindah ke Bandung dan kuliah di Universitas Parahiyangan Fakultas Teknik Jurusan Teknik Arsitektur dan bertahan hanya sampai tingkat III (1961-1963). Kegiatan musik terlalu menyita perhatiannya. Dia membentuk Remitta Band yang lantas berganti nama menjadi Tourista Nada. Kelik memegang gitar di Band ini, dan ia bertahan tiga tahun di dalamnya.

Karier

Debut Sebagai Composer

Pada tahun 1966, pada saat Orde Baru mulai merekah, A. Riyanto memulai debut sebagai seorang komposer, lagu ciptaannya bertajuk "Teringat Selalu" berhasil mengemuka lewat suara Tetty Kadi, sepupunya. Karyanya Teringat Selalu yang dinyanyikan Tetty Kadi itu bahkan menjadi sangat populer di tanah air pada saat itu. Tahun 1967-1968, ada keinginan dari para komposer Indonesia untuk mengalahkan pasaran musik Pop Barat. Yang pertama kali berhasil adalah A. Riyanto dengan rekaman Tety Kadi, melebih penjualan piringan hitamnya The Beatles di Sarinah sekitar tahun 1967.[3]

Zaenal Combo Band

Tahun 1968, Kelik bergabung dalam band Zaenal Combo yang dibentuk Zaenal Arifin seorang pemusik terkenal berdarah Minangkabau. Zaenal Combo adalah kelompok sohor saat itu, sehingga kemampuan musiknya semakin terlihat baik sebagai musisi dan komposer. Sesungguhnya bergabung dengan Zaenal Combo justru merupakan batu loncatan baginya untuk membuat band yang kemudian menjadi band “tuan rumah” di perusahaan rekaman raksasa milik Eugene Timothy itu.[4] Merasa mampu untuk berdiri sendiri,akhirnya A. Riyanto (keyboardist) yang juga dikenal sebagai komposer ini lalu mengajak M. Sani (drum), Eddy (gitar) dan Nana (bas) membentuk Empat Nada.[5] Ia hengkang dari Zaenal Combo dan bergabung dalam Empat Nada, band tetap pengiring artis penyanyi perusahaan rekaman Remaco.

Band 4 Nada

Setelah merekam lagu-lagu ciptaannya dengan penyanyi Tety Kadi di Remaco, tahun 1967, A. Riyanto mendirikan band 4 Nada pada tahun 1969. Band 4 Nada (Empat Nada) ini telah dirintisnya sejak tahun 1966 sejak masih di band Zaenal Combo. Beranggotakan A. Riyanto pada keyboard, '''Nana Sumarna''' (Bass), '''Eddy Syam''' (Gitar) dan '''M. Sani''' (Drum). Selain dipimpin A.Riyanto,tampuk komando kedua dalam Empat Nada adalah Hasanuddin, yang juga dikenal sebagai karyawan di Remaco yang dipimpin Eugene Timothy.[5]
Group ini spesialis menjadi band pengiring di perusahaan rekaman Remaco dalam merekam lagi-lagu artis penyanyi solo sejak 1969-1972. Empat Nada banyak mengiringi artis artis tenar seperti Broery Marantika, Trio Bimbo, Tetty Kadi, Muchsin Alatas, Titiek Sandhora, dan banyak lagi. Disamping itu Empat Nada juga sempat merilis beberapa album Instrumentalia. Saat itu A. Riyanto sudah masuk daftar komposer kreatif yang produktif. Hingga tahun 1972 A. Riyanto mengaku telah menulis 300 lagu.[6] Pada akhirnya ia merasa tidak sesuai lagi dengan konsep bermusik seperti ini. Sehingga ia memutuskan untuk membuat band baru yang bisa menghasilkan karya sendiri untuk dibawakan dan dilempar ke pasaran. Syafii Glimboh meneruskan kepimpinan A. Riyanto dalam Empat Nada. Beberapa pemusik yang sempat mendukung Empat Nada di antaranya adalah gitaris Jopie Item.[5]

Favourite Group

pada tahun 1973 A. Riyanto mendirikan grup band bernama Favourite Group, bersama-sama ketiga temannya dari 4 nada tersebut ditambah Mus Mulyadi yang didaulatnya menjadi vocalist. Band ini mengeluarkan album perdananya yang langsung diterima dengan baik oleh pasar. Namun tak berselang lama terjadi perubahan formasi, di mana ketiga rekannya di Band 4 Nada memutuskan kembali ke Band 4 Nada di Studio Remaco. Dengan hanya menyisakan A. Riyanto dan sang vocalist Mus Mulyadi tidak membuat A. Riyanto patah semangat. A. Riyanto kemudian menggaet dua sepupunya Is Haryanto, dan Harry Santoso (Harry Toos), serta seorang temannya Tonny W.S. untuk melengkapi formasi baru band ini. Favorite’s Group tidak berangkat dari nol, karena masing-masing pemain sudah punya modal kata A. Rijanto seperti yang ditulis '''Majalah Tempo''' edisi Februari 1972.[4] Grup ini akhirnya menjadi salah satu fenomena industri musik pop di Indonesia dengan pencapaian kesuksesan yang cukup sensional. Di dalam group ini, ia bertindak sebagai pencipta dan pembuat aransemen pada hampir semua lagu, yang dinyanyikan oleh Mus Mulyadi sebagai vokalis.[7] Band ini sempat mengalami pergantian vocalist, juga beberapa kali mengalami kevakuman dan reuni kebangkitan yang cukup panjang dalam periode 1970-an hingga era 1990-an.

Komposer

Mencipta lagu

Saat terjadi kevakuman dalam band Favourite's Group ia menekuni pekerjaan menciptakan lagu yang diberikan kepada penyanyi-penyanyi solo. Karya karya A.Riyanto banyak dibawakan penyanyi terkenal di dekade 70-an. Mulai Broery Marantika, Tetty Kadi, Mus Mulyadi, Emillia Contessa, Titiek Sandhora, Hetty Koes Endang, Ervinna, Bimbo, Rafika Duri, [[Harvey Malaihollo, Andi Meriem Mattalatta, Arie Koesmiran, Anita Theresia, dan banyak lagi.[8] Sebagai pencipta lagu-lagu pop, ia tidak terlalu ditawan oleh materi lagu patah hati dan cinta yang putus seperti umumnya dalam Lagu Pop Indonesia. Jangkauan A. Riyanto cukup luas, mulai dari lirik untuk anak-anak, remaja, sampai orangtua, dan bervariasi antara tema alam, lingkungan, kehidupan, dan keindahan. Hampir semua lagu garapannya berhasil terjual. Ia menjadi semacam jaminan, dan itu bukan hal yang baru di kalangan produser di Harco-Glodok.
Ia merupakan komposer yang terbebas ‘kontaminasi’ perseteruan segmentasi antara kalangan menengah atas dan bawah. Di tangannya, musik pop tidak mengenal istilah aliran atau genre pop ‘cengeng’ dan pop kreatif. Karyanya menyentuh semua kalangan, meskipun di kemudian hari (era 1980-an-red) beberapa karyanya cenderung dikategorikan ke genre melankolis atau ‘cengeng’. Padahal lagu melankolis karya A. Riyanto terdengar tidak ‘cengeng’, baik dari segi komposisi musik maupun interpretasi para penyanyi yang menyanyikannya.[9] Kini sudah tak bisa teringat dengan pasti berapa banyak lagu yang mengalir dari tangannya kecuali yang pernah sangat populer seperti Angin Malam (1969), Mimpi Sedih (1971) atau Hanya Untukmu (1978), dsb. A Riyanto pernah mengatakan telah menciptakan sekitar 1.000 lagu. Bahkan, istrinya, Theresia Suwati, mengatakan, karya A Riyanto mencapai 2.000 lagu. Sayang mereka tidak memiliki dokumen, apalagi master rekaman.Karya Lagu-lagu gubahannya dari era 1960-an hingga akhir hayat tercecer tak karuan.[10] Bersama lagunya, beberapa penyanyi turut melambung mencapai puncak keharuman nama.[11]

Mempopulerkan Tetty Kadi

A. Riyanto masih bersaudara dengan penyanyi wanita kawakan Tetty Kadi yakni adalah adik sepupu dari sang musisi yang biasa dipanggil Kelik ini. Ia adalah penyanyi yang kerap menyanyikan karya A. Riyanto yang selalu meraih sukses besar dan terkenal. Lagu-lagunya menjadi terkenal setelah dinyanyikan oleh Tety Kadi.
Di antara lagu-lagu tersebut adalah: “Mawar Berduri” (1966), “Layu Sebelum Berkembang” (1966; yang dirilis ulang Emilia Contessa tahun 1974 dan dijadikan soundtrack film “Akhir Sebuah Impian”), “Sepanjang Jalan Kenangan” (1967), “Teringat Selalu” (1967), “Pulau Seribu” (1966), “Senandung Rindu” (1967; yang dirilis ulang Vina Panduwinata (1992); lalu Lolla Pitaloka (1996)-red), dan “Bunga Mawar” (1966; yang dirilis ulang Novia Kolopaking tahun 1996 serta menjadi soundtrack sinetron “Darah Biru”). Umumnya lagu-lagu Tetty Kadi, terdapat pula dalam album-album Favourite’s Group.[9]

Musik Ilustrator film

Kebolehannya dalam menggarap musik pop, menyebabkan ia berkenalan dengan film. Tahun 1971 untuk pertama kali ia diserahkan tanggung jawab membuat ilustrasi musik untuk film Hostes Anita. Setelah berhasil dengan ilustrasi tersebut, beberapa film lainnya memintanya pula sebagai ilustrator, misalnya Titienku Sayang, Jauh di Mata, Belas Kasih, dan Malam Pengantin.[7]

Produser Rekaman

Pada 1980-an, mulai dikenal pula sebagai produser rekaman dengan memperkenalkan nama-nama baru. Ia berjasa bagi penyanyi jalanan dan tukang ngamen bisa masuk ke studio rekaman.[7]

Mengorbitkan Banyak Penyanyi Baru

Selain sebagai hitsmaker, A. Riyanto juga dikenal sebagai penemu bakat bertangan dingin, terbukti dia berhasil mengorbitkan penyanyi yang benar-benar mulai dari nol. Di era tahun 1980-an, A. Riyanto banyak menemukan bibit baru dalam kancah musik pop. Sebut saja Jamal Mirdad, misalnya, sejak terorbitkan lewat lagu “Hati Selembut Salju” pada album “Perawan Desa” (1981), Jamal secara berturut-turut menangguk sukses besar lewat tangan A. Riyanto melalui “Hati Seorang Kawan Baru” (1982), “Hati Lebur Jadi Debu” (1982), dan “Hati Kecil Penuh Janji” (1983). A. Riyanto pandai meramu lagu yang disesuaikan dengan karakter vokal sang penyanyi. Jamal Mirdad memang memiliki karakter suara yang khas yang belum pernah terdengar pada suara penyanyi pria yang ada saat itu. Bahkan suara seperti Jamal, kemudian menjadi trend di kalangan anak muda pria sehingga menghasilkan banyak ‘Jamal Mirdad tiruan’. Salah satu ‘plagiat’ Jamal yang cukup sukses adalah Ade Putra yang juga ‘ditemukan’ oleh A. Riyanto. Ade Putra sukses dalam debutnya lewat album “Tanda Mata” (1982), yang di dalamnya terdapat tembang hits berjudul “Anak Desa”. A. Riyanto berkolaborasi dengan temannya, musisi Harry Toos dalam album ini. Rano Karno yang kala itu adalah bintang film remaja ternama, juga terseret ‘demam Jamal’, lewat tembang “Yang Sangat Kusayang” (1982). Ia pun berhasil mendapat sambutan dari khalayak dengan menampilkan materi suara nyaris serupa dengan Jamal Mirdad. Ia pun banyak memberikan lagunya kepada penyanyi bertelenta suara serba bisa Johan Untung hingga melejit.
Endang S. Taurina juga termasuk penyanyi ‘hasil penemuan’ A. Riyanto. Meskipun sebelumnya telah eksis sebagai penyanyi, namun karier Endang lebih mantap ketika ditangani oleh A. Riyanto. Album “Apa yang Kucari” (1983) besutan A. Riyanto mampu menciptakan kesuksesan luar biasa. Sejak saat itu nama Endang S. Taurina mulai diakui eksistensinya sebagai penyanyi bertalenta bagus. Lagu ini pula yang membuat nama Endang melambung hingga ke Malaysia. Selanjutnya lagu-lagu Endang seolah menjadi langganan ditangani A. Riyanto, seperti “Dia yang Kucari” (1984) dan “Bunga dan Kumbang” (1985). Endang S. Taurina dan A. Riyanto juga kerap berkolaborasi menghasilkan lagu-lagu bertemakan puja-puji terhadap Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang sekarang disebut TNI.
Nama lain yang ‘ditemukan’ A. Riyanto adalah Chintami Atmanegara. Chintami yang sebelumnya merupakan model kalender dan telah merilis dua album, dipercaya menyanyikan karyanya yang melankolis berjudul “Duri Dalam Dada” (1984) yang memposisikan Chintami menjadi artis JK Records papan atas.
Demikian halnya dengan Ervinna, Richie Ricardo, dan Jayanthi Mandasari. Mereka cukup sukses dalam kariernya masing-masing lewat karya A. Riyanto. Ervinna, antara lain populer lewat “Jangan Parkir Disitu” (1984) dan “Ada Udang di Balik Batu” (1986), Richie hits lewat “Acuh-acuh Mau” (1984), dan Jayanthi berhasil melalui “Memori Bulan Januari” (1983). Lagu “Desember Kelabu” (1982) ciptaannya yang sangat populer malah mengalahkan popularitas penyanyinya sendiri, yaitu Maharani Kahar yang entah mengapa karier musiknya tidak berlanjut lagi. Belakangan, lagu tersebut identik dengan Yuni Shara yang merilis ulang pada tahun 2000-an.[9]

Mengangkat Karier Penyanyi Terkenal

Rafika Duri dan Andi Meriem Matalatta, dua penyanyi bersuara lembut namun berkarakter kuat, sedikit banyak juga terangkat lewat karya cipta A. Riyanto pada awal karier mereka. Rafika Duri populer berkat lagu “Tertusuk Duri” (1976), dan “Hanya Untukmu” (yang memenangkan Gayageum Award di Seoul, Korea Selatan, 1978-red). Andi Meriem terkenal lewat “Jumpa Lagi” (1977) dan “Lembah Biru” (1977). Sementara itu, ‘Ratu Festival’ Hetty Koes Endang tak mau ketinggalan untuk ‘mencicipi’ karya A. Riyanto. Hetty mencatatkan fenomena unik yang jarang terjadi yaitu kerap merilis ulang keseluruhan lagu dari album Jamal Mirdad. Dan hebatnya tak kalah sukses dari album Jamal Mirdad itu sendiri, yaitu album “Hati Seorang Kawan Baru” (1982) dan “Hati di dalam Dadaku” (1983). Titiek Puspa sempat meramaikan karya A. Riyanto lewat “Permata Hati” (yang dirilis ulang secara duet oleh Harvey Malaihollo dan Rafika Duri (1983). Demikian halnya dengan ‘Singa Panggung Asia’ Emilia Contessa pernah populer lewat “Mimpi Sedih” (1975) (yang kemudian dirilis ulang Broery Pesolima (1978), lalu Dessy Fitri (1996) dan “Setangkai Anggrek Bulan” (duet dengan Broery Pesolima (1977), yang dirilis ulang Rano Karno & Ria Irawan (1992), kemudian oleh Chrisye & Sophia Latjuba (2002)-red).
Tetty Kadi mengulang sukses lagu Mimpi Sedih yang dulu pernah dipopulerkan oleh Favourite’s Group. Senja Kelabu pun mantab membuat nama Grace Simon melambung, padahal ketika dibawakan sendiri oleh A. Riyanto dalam album kelima Favourite’s Group lagu ini masih kalah melejit dibandingkan Cinta Monyet. Bimbo pun pernah menikmati olah karya A. Riyanto melaui lagu Balada Gadis Desa.[12]

Komposer Lagu Bertema Nasionalisme

A. Riyanto dikenal pula sebagai komposer yang sering menghasilkan lagu bertemakan nasionalisme, di antara lagu-lagu tersebut ada yang dibuat secara serial berjudul “Nusantara” (“Nusantara I”, “Nusantara II”, “Nusantara III”, dan seterusnya). Jamal Mirdad dan penyanyi pendatang baru Atiek CB menjadi penyanyi serial “Nusantara” ini bergantian. Nama Atiek CB mulai dikenal publik namun belum terlalu mencuat waktu itu.

Mempopulerkan Anak Kandung

A. Riyanto juga mempunyai putri yang juga terjun di dunia hiburan, Lisa A. Riyanto, yang kerap tampil di iklan televisi. Sayangnya Lisa A. Riyanto, putri sang musisi tidak sempat menyanyikan karya sang ayah kala terjun ke dunia musik. Sebelumnya pada medio akhir tahun 1970-an ia pernah mempopulerkan anak sulungnya Ari A Riyanto sebangai penyanyi. , Kakak Lisa yaitu Ari A. Riyanto ini sempat merilis lagu A. Riyanto pada masa kanak-kanak. Ari kemudian lebih banyak berkecimpung di balik layar, menjadi arranger atas lagu-lagu Lisa dan beberapa penyanyi lain. Kiprah putra-putri A. Riyanto di jagat musik tanah air tidak segemilang ayahanda mereka.

Karier di bidang Iklan

Pada tahun 1980-an, A. Riyanto pernah menciptakan dan menyusun lagu tema iklan mi instan bermerek Indomie, mi instan terkenal dari Indofood, dengan judul Indomie Seleraku dan masih populer dan ditampilkan di iklan Indomie di televisi hingga saat ini. Pada tahun 2007-2009, tiga belas tahun sesudah meninggalnya A. Riyanto, lirik lagu tersebut ciptaannya ditampilkan di bagian belakang kemasan Indomie Mi Goreng Spesial, Rasa Ayam Bawang, Rasa Ayam Spesial, Rasa Kari Ayam, Rasa Soto Mie, Rasa Empal Gentong, Rasa Mi Kocok Bandung, dan Rasa Soto Banjar Limau Kuit.[13]

Penghargaan & Jabatan

Anugerah Penghargaan

Ia banyak menerima penghargaan atas prestasinya menciptakan lagu. Di antaranya adalah Kayakeum Award di Festival Lagu Pop di Seoul, Korea Selatan (1978) dan Anugerah Bhakti Musik Indonesia dari PAPPRI (2012).

Jabatan

Pimpinan Home Band 4 Nada di PT. Remaco Jakarta (1969-1972). Selanjutnya ia pernah menjabat sebagai Supervisor Favourites Group PT. Tangan Mas (Golden Hand) di Jakarta (1973-1975). Setelah itu ia pernah menjadi Music Supervisor PT. Musica Studio Jakarta (1976-1978), Presiden Komisaris PT. Nada Sound Jakarta (1975), dan sempat menjadi Pimpinan Umum Artis-artis Rekaman Indonesia.[11]

Kehidupan Pribadi

A. Riyanto menikah dengan Theresia Suwarti asal Solo yang dinikahinya pada 11 Mei 1969. Dari perkawinannya ini mereka dikaruniai 4 orang anak, 2 lelaki, 2 perempuan. 2 Di antaranya yakni Ary Surya Nugraha (Ari A Riyanto) dan Elizabeth Dani Retno Putri Aloysius Riyanto (Lisa A. Riyanto). sempat mengikuti jejaknya sebagai penyanyi dan artis.
Lisa sempat mengeluarkan beberapa album mulai album I "Biarkan Orang Bicara" (1995). Setelah itu ia merilis album-album berikutnya, yakni Air Mata Kekasih, Biarkan Orang Bicara, Bagaimana Kasih, Aku Tetap Sayang, dan Terserah Kasih. Kebanyakan lagu yang ia bawakan bernuansa melankolis. Tahun 2000, Lisa kembali hadir dengan album barunya yang berjudul Jendela Mimpi.[14]

A. Riyanto Meninggal

Pada 17 Juni 1994 A. Riyanto sang “Legenda” menghebuskan napas terakhirnya pada umur 50 tahun, setelah berjuang sekian lama menghadapi penyakit komplikasi Ginjal & Kencing Manis (diabetes) yang sudah lama diidapnya.

Diskografi

kemudian dinyanyikan kembali oleh Rano Karno dan Ria Irawan, serta Chrisye dan Sophia Latjuba
Penyanyi Internatinal Teresa Teng dari Taiwan

3.BEBI ROMEO

 

Virdy Megananda atau akrab dipanggil Bebi (lahir di Jakarta, 6 September 1974; umur 41 tahun) adalah musisi dan penyanyi berkebangsaan Indonesia. Bebi adalah vokalis grup musik Romeo, karena itulah nama Bebi kerap pula dipanggil Bebi Romeo.

Karier

Nama Bebi melejit seiring dengan kesuksesan Romeo dengan "Bunga Terakhir". Sebelum bergabung dengan Romeo, Bebi adalah personel grup musik Bima. Bersama Romeo, Bebi telah merilis 4 album hingga tahun 2006, yaitu Romeo (1999), Wanita (2002), dan Lelaki Untukmu (2006). Pada tahun 2005, Bebi merilis album solo yang bertajuk Lagu Tentang Cinta.[1]
Selain menciptakan lagu untuk grup musiknya, seperti "Bunga Terakhir" (dicipta bersama Bimo, drummer Romeo, untuk album Romeo), Bebi juga menciptakan lagu yang akhirnya populer dilantunkan oleh penyanyi lain, seperti "Mencintaimu" (dinyanyikan oleh Krisdayanti), "Perbedaan" (dilantunkan oleh Ari Lasso), dan "Andai Aku Bisa" (dicipta bareng Dhani "Dewa 19", dibawakan oleh Chrisye).
Bebi merupakan pencipta lagu "Bukan Cinta Biasa" yang dinyanyikan oleh Afgan Syah Reza. Akhir Juni 2009, lagu ini dibajak oleh salah satu provider telepon asal Malaysia. Hingga saat ini, masalah ini tengah diselesaikan melalui jalur hukum.

Kehidupan pribadi

Bebi menjalin kasih dengan Meisya Siregar ketika Meisya masih memiliki pacar. Tidak mendapat restu dari orang tua, Meisya pun akhirnya memilih Bebi sebagai pacar satu-satunya. Dalam perjalanan mereka berpacaran, Meisya sangat ingin dinikahi namun menurut Bebi bahwa pernikahan adalah puncak dari sebuah cinta sehingga harus dipikirkan secara matang. Merasa ribet, Meisya meninggalkan Bebi dan menikah dengan sang mantan pada tahun 2001. Lagu "Bunga Terakhir" dan "Kenanglah" adalah wujud ketulusan cinta Bebi pada Meisya. 1,5 tahun kemudian Meisya bercerai dan kembali ke pelukan Bebi. Bebi akhirnya menikah pada tanggal 14 Desember 2004. Dari pernikahan ini, mereka dianugrahi seorang putri, Lyrics Syabila Mu Saqeena yang lahir pada tanggal 25 Agustus 2005.

Diskografi

Sebagai vokalis Bima
Sebagai vokalis Romeo
  • Romeo (1999)
  • Wanita (2002)
  • Lelaki Untukmu (2006)
Sebagai komposer dan penyanyi solo



4.IBU SUD

Saridjah Niung lahir di Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Maret 1908[2] - meninggal tahun 1993 pada usia 85 tahun; dengan nama lengkap Saridjah Niung Bintang Soedibjo setelah menikah dengan Raden Bintang Soedibjo dan lebih dikenal dengan nama Ibu Soed adalah seorang pemusik, guru musik, pencipta lagu anak-anak, penyiar radio, dramawan dan seniman batik Indonesia. Lagu-lagu yang diciptakan Ibu Soed sangat terkenal di kalangan pendidikan Taman Kanak-kanak Indonesia.[3]

Latar belakang

Kemahiran Saridjah di bidang musik, terutama bermain biola, sebagian besar dipelajari dari ayah angkatnya, Prof. Dr. Mr. J.F. Kramer, seorang pensiunan Wakil Ketua Hoogerechtshof (Kejaksaan Tinggi) di Jakarta pada masa itu, yang selanjutnya menetap di Sukabumi dan mengangkatnya sebagai anak. J.F. Kramer adalah seorang indo-Belanda beribukan keturunan Jawa ningrat, latar belakang inilah yang membuat Saridjah dididik untuk menjadi patriotis dan mencintai bangsanya.
Saridjah lahir sebagai putri bungsu dari dua belas orang bersaudara. Ayah kandung Saridjah adalah Mohamad Niung, seorang pelaut asal Bugis yang menetap lama di Sukabumi kemudian menjadi pengawal J.F. Kramer. Selepas mempelajari seni suara, seni musik dan belajar menggesek biola hingga mahir dari ayah angkatnya, Saridjah melanjutkan sekolahnya di Hoogere Kweek School (HKS) Bandung untuk memperdalam ilmunya di bidang seni suara dan musik. Setelah tamat, ia kemudian mengajar di Hollandsch-Inlandsche School (HIS). Dari sinilah titik tolak dasar Saridjah untuk mulai mengarang lagu. Pada tahun 1927, ia menjadi Istri Raden Bintang Soedibjo, dan ia pun kemudian dikenal dengan panggilan Ibu Soed, singkatan dari Soedibjo.

Karier

Ibu Soed dikenal sebagai tokoh musik tiga zaman (Belanda, Jepang, Indonesia). Kariernya di bidang musik bahkan sudah dimulai jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Suaranya pertama kali disiarkan dari radio NIROM Jakarta periode 1927-1928.
Setelah menamatkan pendidikan di Hoogere Kweek School-Bandung, Ibu Soed kemudian menjadi guru musik di HIS Petojo, HIS Jalan Kartini, dan HIS Arjuna yang masih menggunakan Bahasa Belanda (1925-1941). Ia prihatin melihat anak-anak Indonesia yang tampak kurang gembira saat itu. Hal ini membuat Ibu Soed berpikir untuk menyenangkan mereka dengan bernyanyi lagu ceria. Didorong rasa patriotisnya, Ibu Soed ingin mengajar mereka untuk menyanyi dalam Bahasa Indonesia. Dari sinilah Ibu Soed mulai menciptakan lagu-lagu yang bersifat ceria dan patriotik untuk anak-anak Indonesia.
Selain mencipta lagu Ibu Soed juga pernah menulis naskah sandiwara dan mementaskannya. Operette Balet Kanak-kanak Sumi di Gedung Kesenian Jakarta pada tahun 1955 bersama Nani Loebis Gondosapoetro sebagai penata tari dan RAJ Soedjasmin sebagai penata musiknya.
Saat aktif sebagai anggota organisasi Indonesia Muda tahun 1926, Ibu Soed juga membentuk grup Tonil Amatir yang dipentaskan untuk menggalang dana untuk acara penginapan mahasiswa Club Indonesia. Aktivitasnya tidak hanya menonjol sebagai guru dan aktivis organisasi pemuda, tetapi juga berperan dalam berbagai siaran radio sebagai pengasuh siaran anak-anak (1927-1962).
Oleh karena reputasinya yang aktif dalam pergerakan Nasional saat itu, pada tahun 1945 Ibu Soed pernah menjadi sasaran aksi penggeledahan oleh pasukan Belanda. Rumah Ibu Soed di Jalan Maluku No. 36 Jakarta saat itu sudah dikepung oleh pasukan Belanda, namun tetangga Ibu Soed yang seorang Belanda meyakinkan mereka bahwa mereka salah sasaran, karena profesi Ibu Soed hanyalah pencipta lagu dan suaminya hanyalah pedagang. Walaupun selamat dari penggeledahan tersebut, Ibu Soed dan seorang pembantu tetap harus bersusah payah membuang pemancar radio gelap ke dalam sumur.
Sebagai pemusik yang mahir memainkan biola, Ibu Soed turut mengiringi lagu Indonesia Raya bersama W.R. Supratman saat lagu itu pertama kali dikumandangkan dalam acara Sumpah Pemuda di Gedung Pemuda, tanggal 28 Oktober 1928. Lagu-lagu patriotik yang diciptakannya diilhami peristiwa yang terjadi dalam acara bersejarah tersebut. Pada tahun-tahun perjuangan, Ibu Soed juga bersahabat dengan Cornel Simanjuntak, Ismail Marzuki, Kusbini, dan tokoh-tokoh nasionalis lain.
Ibu Soed juga dikenal piawai dalam seni batik. Atas karya dan pengabdiannya, Ia menerima penghargaan Satya Lencana Kebudayaan dari pemerintah Indonesia dan MURI.

Kontribusi pada musik Indonesia

Banyak lagu Ibu Soed yang menjadi lagu populer abadi, beberapa antara lain: Hai Becak, Burung Kutilang, dan Kupu-kupu. Ketika genting rumah sewaannya di Jalan Kramat, Jakarta, bocor, ia membuat lagu Tik Tik Bunyi Hujan. Lagu wajib nasional yang dia ciptakan adalah Berkibarlah Benderaku dan Tanah Airku[note 1]. Lagu-lagunya yang lain banyak yang juga telah menjadi populer, a.l. Nenek Moyang, Lagu Gembira, Kereta Apiku, Lagu Bermain, Menanam Jagung, Pergi Belajar, Himne Kemerdekaan, dll.
Lagu-lagu Ibu Soed, menurut Pak Kasur, salah seorang rekannya yang juga tokoh pencipta lagu anak-anak, selalu mempunyai semangat patriotisme yang tinggi. Sebagai contoh, patriotisme terdengar sangat kental dalam lagu Berkibarlah Benderaku. Lagu itu diciptakan Ibu Soed setelah melihat kegigihan Jusuf Ronodipuro, seorang pimpinan kantor RRI menjelang Agresi Militer Belanda I pada tahun 1947, dimana Jusuf menolak untuk menurunkan Bendera Merah Putih yang berkibar di kantor RRI, walaupun dalam ancaman senjata api pasukan Belanda.
Ibu Soed selalu menciptakan lagu khusus untuk anak-anak. Ia memperkirakan telah menciptakan lebih dari 200 lagu, walau hanya separuh yang bisa terselamatkan dan bertahan sampai sekarang. Jauh sebelum meninggal, Ibu Soed sempat mengungkapkan perasaannya yang menyayangkan bahwa lagu anak-anak sekarang telah menjadi serba komersil. [note 2]
Daftar lagu ciptaan Ibu Soed
  1. Anak Kuat
  2. Berkibarlah Benderaku
  3. Bendera Merah Putih
  4. Burung Kutilang
  5. Dengar Katak Bernyanyi
  6. Desaku
  7. Hai Becak
  8. Indonesia Tumpah Darahku
  9. Himne Kemerdekaan
  10. Kapal Api
  11. Kampung Halamanku
  12. Kupu-kupu yang Lucu
  13. Lagu Bermain
  14. Lagu Gembira
  15. Main Ular-Ularan
  16. Menanam Jagung
  17. Naik Delman
  18. Naik-Naik ke Puncak Gunung
  19. Nenek Moyang
  20. Pagi-pagi
  21. Pergi Belajar
  22. Tanah Airku
  23. Teka-Teki
  24. Tidur Anakku
  25. Tik Tik Bunyi Hujan
  26. Waktu Sekolah Usai

Kehidupan pribadi

Ibu Soed menikah dengan Raden Bintang Soedibjo, seorang pengusaha pada tahun 1927. Pada tahun 1954, suami Ibu Soed tertimpa musibah kecelakaan pesawat BOAC di Singapura. Di usia tuanya, Ibu Soed hidup ditemani cucu dan cicitnya. Ia bertekad untuk tetap mencipta lagu dan membatik tanpa mempedulikan usia. Meskipun bukan pengusaha batik, Ia ingin tetap menghargai nilai seni di balik budaya nasional tersebut. Di hari tuanya ia juga masih gemar berolahraga, jalan kaki setiap pagi sekitar tiga kilometer. Ibu Soed tutup usia pada tahun 1993, di usia 85 tahun.

5.DLL 

Segitu dulu ya guys tentang biografi para musisi terdahulu...
sampai jumpa.......:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar